Manusia menjadi buta agama, bodoh dan selalu berselisih paham lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep Aristoteles. (Imam Syafi’i)(dalam Siyaru A’lamin Nubula : 10/74.)
Itulah ungkapan Imam Syafi’i buat umat, agar kita jangan memarginalkan bahasa kebanggaan umat Islam. Seandainya sang imam menyaksikan sikap umat sekarang ini terhadap bahasa Arab, tentulah keprihatian beliau akan semakin memuncak.
Bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang menjadi alat komunikasi di kalangan umat manusia. Ragam keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Idealnya, umat Islam mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa ini. Baik dengan mempelajarinya untuk diri mereka sendiri ataupun memfasilitasi dan mengarahkan anak-anak untuk tujuan tersebut.
Di masa lampau, bahasa Arab sangat mendapatkan tempat di hati kaum muslimin. Ulama dan bahkan para khalifah tidak melihatnya dengan sebelah mata. Fashahah (kebenaran dalam berbahasa) dan ketajaman lidah dalam berbahasa menjadi salah satu indikasi keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya saat masa kecil.
Redupnya perhatian terhadap bahasa Arab nampak ketika penyebaran Islam sudah memasuki negara- negara ‘ajam (non Arab). Antar ras saling berinteraksi dan bersatu di bawah payung Islam. Kesalahan ejaan semakin dominan dalam perbincangan. Apalagi bila dicermati realita umat Islam sekarang pada umumnya, banyak yang menganaktirikan bahasa Arab. Yang cukup memprihatinkan, para orang tua kurang mendorong anak-anaknya agar dapat menekuni bahasa Arab ini.
Keistimewaan Bahasa Arab
- Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran. Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menjadikan AI Quran dalam bahasa Arab, supaya
kalian memahamimya.(QS. Az Zukhruf : 3.) - Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad dan bahasa verbal para sahabat. Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita dengan berbahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab fikih, tertulis dengan bahasa ini. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi pintu gerbang dalam memahaminya.
- Susunan kata bahasa Arab tidak banyak. Kebanyakan terdiri atas susunan tiga huruf saja(three lateral verb). Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya.
- Indahnya kosa kata Arab. Orang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang, tersusun dengan kata-kata yang ringkas dan padat.
- Teguran keras terhadap kekeliruan dalam berbahasa.
Berbahasa yang baik dan benar sudah menjadi tradisi generasi Salaf. Oleh karena itu, kekeliruan dalam pengucapan ataupun ungkapan yang tidak seirama dengan kaidah bakunya dianggap sebagai cacat, yang mengurangi martabat di mata orang banyak. Apalagi bila hal itu terjadi pada orang yang terpandang. Ibnul Anbari menyatakan:
"Bagaimana mungkin perkataan yang keliru dianggap baik…?
Bangsa Arab sangat menyukai orang yang berbahasa baik dan benar, memandang orang-orang yang keliru dengan sebelah mata dan menyingkirkan mereka".Umar bin Khaththab pernah mengomentari cara memanah beberapa orang dengan berucap: "Alangkah buruk bidikan panah kalian". Mereka menjawab, "Nahnu qawmun muta’alimiina (kami adalah para pemula)",(Seharusnya : Nahnu Qawmun Muta’alimuuna) maka Umar berkata, ‘Kesalahan berbahasa kalian lebih fatal menurutku daripada buruknyabidikan kalian…"(Al Malahin, karya Ibnu Duraid Al Azdi, hlm. 72)
- Perhatian salaf terhadap bahasa Arab.
Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa yang berisi pesan: "Amma ba’du, pahamilah sunnah dan pelajarilah bahasa Arab".
Pada kesempatan lain, beliau mengatakan:
"Semoga Allah merahmati orang yang meluruskan lisannya (dengan belajar bahasa Arab)’.
Pada kesempatan lain lagi, beliau menyatakan:
"Pelajarilah agama, dan ibadah yang baik, serta mendalami bahasa Arab".
Beliau juga mengatakan:
"Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan".(Tarikh Umar bin Khathab, karya Ibnul Jauzi, 225)
Para ulama tidak mengecilkan arti bahasa Arab. Mereka tetap memberikan perhatian yang besar dalam menekuninya, layaknya ilmu syar’i lainnya. Sebab bahasa Arab adalah perangkat dan sarana untuk memahami ilmu syariat. Imam Syafi’i pernah berkata:
"Aku tinggal dipedesaan selama dua puluh tahun. Aku pelajari syair- syair dan bahasa mereka. Aku menghafal Al Qur’an. Tidak pernah ada satu kata yang lewat olehku, kecuali aku memahami maknanya".Imam Syafi’i telah mencapai puncak dalam penguasaan bahasa Arab, sehingga dijuluki sebagai orang Quraisy yang paling fasih pada masanya. Dia termasuk yang menjadi rujukan bahasa Arab.
Ibnul Qayyim juga dikenal memiliki perhatian yang kuat terhadap bahasa Arab. Beliau mempelajari dari kitab Al Mulakhkhash karya Abul Baqa’, Al Jurjaniyah, Alfiyah Ibni Malik, Al Kafiyah Asy Syafiah dan At Tashil, Ibnul Fathi Al Ba’li. Beliau juga belajar dari Ali bin Majd At Tusi.Ulama lain yang terkenal memiliki perhatian yang besar terhadap bahasa Arab adalah Imam Syaukani. Ulama ini menimba ilmu nahwu dan sharaf dari tiga ulama sekaligus, yaitu: Sayyid Isma’il bin Al Hasan, Allamah Abdullah bin Ismail An Nahmi, dan Allamah Qasim bin Muhammad Al Khaulani.
- Anak-anak khalifah juga belajar bahasa Arab.
Para khalifah, dahulu juga memberikan perhatian besar terhadap bahasa Arab. Selain mengajarkan pada anak-anak dengan ilmu- ilmu agama, mereka juga memberikan jadwal khusus untuk memperdalam bahasa Arab dan sastranya. Motivasi mereka, lantaran mengetahui nilai positif bahasa Arab terhadap gaya ucapan mereka, penanaman budi pekerti, perbaikan ungkapan dalam berbicara, modal dasar mempelajari Islam dari referensinya. Oleh karena itu, ulama bahasa Arab juga memiliki kedudukan dalam pemerintahan dan dekat dengan para khalifah. Para pakar bahasa menjadi guru untuk anak-anak khalifah.
Al Ahmar An Nahwi berkata,
"Aku diperintahkan Ar Rasyid untuk mengajarkan sastra Arab kepada anaknya, Muhammad Al Amin. Al Makmun dan Al Amin juga pernah dididik pakar bahasa yang bernama Abul Hasan ‘Ali bin Hamzah Al Kisa i yang menjadi orang dekat Khalifah. Demikian juga pakar bahasa lain yang dikenal dengan Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin As Sari mengajari anak-anak Khalifah AlMu’tadhid pelajaran bahasa Arab. Juga Abu Qadim Abu Ja’far Muhammad bin Qadim mengajari Al Mu’taz sebelum memegang tampuk pemerintahan".
0 komentar:
Post a Comment