Oleh: Achmad Fahmi
Mahasiswa Jurusan Sastra Asia Barat/ Presiden UKM Gama Cendekia UGM
Tantangan masa depan Indonesia ke depan akan sangat berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, lompatan-lompatan teknologi, perubahan karakter pemuda, perubahan kondisi ekonomi, perubahan peta politik, serta meningkatnya kesadaran pendidikan Indonesia. Kondisi Indonesia pasca reformasi memberikan peta kegunaan aktivitis mahasiswa saat ini. Dalam hal ini saya sepakat dengan pendapat bahwa lahirnya suatu peradaban pasti didahului dengan lahirnya tradisi keilmuan yang kuat.
Kecintaan akan pengorbanan tidak mungkin muncul dalam diri seseorang atau masyarakat, jika tidak didahului dengan tumbuhnya tradisi ilmu dan kecintaan pada ilmu yang benar di masyarakat, tidak ada satu peradaban yang bangkit tanpa didahului kebangkitan tradisi keilmuan. Melihat fakta ini peran aktivis ke depan tidak lagi hanya berkutat dalam masalah advokasi masyarakat saja, atau tidak hanya demonstrasi dengan mengabaikan studinya. Tidak jarang kita melihat aktivis mahasiswa yang mempunyai kegiatan padat namun prestasinya secara akademik menurun. Di sisi lain juga banyak mahasi
swa yang memiliki prestasi akademik yang tinggi namun kecerdasan dan kepintaran yang mereka miliki hanya digunakan untuk dirinya sendiri, padahal potensi manfaat di masyarakat akan lebih besar jika mereka menjadi mahasiswa yang cerdas sekaligus memiliki kepedulian terhadap masyarakat.Selain itu lunturnya beberapa Idealisme aktivis mahasiswa di Indonesia selalu berbenturan dengan hal akademis, dengan prestasi yang pas-pasan, kondisi mereka setelah lulus berbeda jauh dengan apa yang mereka suarakan saat masih menjadi mahasiswa. Desakan ekonomi yang menghimpit serta tuntutan dari lingkungannya menjadikan mereka harus mengorbankan idealismenya untuk mempertahankan hidup. Cerita lain dari hilangnya semangat aktivis kampus pasca mereka lulus adalah karena ketiadaan perencanaan masa depan yang jelas dan terukur, tak jarang pola yang dipakai pikir yang mereka gunakan adalah, menjadi aktivis, aktif di organisasi mahasiswa, kuliah, lulus, kerja, menikah, punya anak dan hidup bahagia. Pola pikir semacam ini memang tidak salah namun seolah mematikan potensi-potensi luar biasa mantan aktivis kampus yang sudah mereka punya.
Sedikit meramalkan Indonesia 10-20 tahun lagi, saya memperkirakan masyarakat Indonesia akan banyak mengalami perubahan terutama dalam memandang pentingnya pendidikan. Standar pendidikan akan meningkat jauh, kesadaran masyarakat pemerintah juga akan meningkat. Selain itu masyarakat juga akan bosan dengan ketidakjelasan dan tumpang tindih dalam berbagai sector kehidupan. Dalam kehidupan politik, masyarakat akan bosan dengan politik yang mendewakan uang, masyarakat akan cenderung memilih dan mengutamakan kinerja dan kompetensi dalam menaruh wakil-wakilnya untuk berpentas di panggung politik. Dalam sektor ketenagakerjaan, penguasaan skill dan latar belakang pendidikan yang tinggi akan menjadi syarat yang mutlak, lulusan pendidikan master menjadi syarat menempatkan orang-orang dalam sektor-sektor professional. Lompatan teknologi juga akan menghapus pekerjaan-pekerjaan di masyarakat karena semuanya akan beralih ke teknologi yang mengurangi peran manusia dalam menjalankannya, akan muncul profesi-profesi yang bersifat jasa dalam bidang-bidang professional, hal ini sudah terlihat dalam beberapa waktu ini, munculnya konsultan-konsultan dalam berbagai bidang merupakan awal dari semua itu. Pendidikan strata dua menjadi hal yang lumrah dan harus ditempuh oleh kebanyakan orang, pendidikan sarjana menjadi hal-hal yang sangat umum dan menduduki sektor-sektor kerja yang saat ini masih ditempati oleh lulusan SMA. Batasan antar Negara yang semakin sempit juga menjadikan masyarakat Indonesia tidak hanya bersaing antar masyarakat di dalam Negara saja, tetapi masuknya Sumber daya Manusia dari berbagai Negara juga akan menuntut masyarakat untuk memiliki skill dan pendidikan yang tinggi.
Pembentukan aktivis prestatif kontributif merupakan salah satu peran mahasiswa dalam membangun Indonesia ke depan, karena kebutuhan dalam pembangunan peradaban dimulai dengan penguasaan ilmu pengetahuan. Kampus berperan dalam mempersiapkan itu semua, tolok ukur keberhasilan aktivis kampus bukan hanya dalam jarak jangka pendek saja, tapi harus memikirkan jangka panjangnya. Tantangan yang ada menuntut mereka menjadi mahasiswa yang prestatif dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang tinggi, hard Skill dan soft Skill yang matang. Pembentukan aktivis prestatif dapat dilakukan di semua organisasi kemahasiswan, dalam hal ini aktifitas di organisasi yang bergerak dalam bidang keilmuan memiliki peran sentral, karena dalam organisasi ini mahasiswa dibentuk untuk berpikir interdisipliner yakni tidak hanya tersekat dalam satu bidang keilmuan saja. Perumusan masalah secara interdisipliner merupakan suatu hal yang mutlak karena dalam realitas lapangan, masalah yang terjadi di masyarakat tidak bisa hanya dipandang dari satu bidang keilmuan saja. Aktivis yang bergerak di bidang ini akan lebih bisa memandang suatu permasalahan dengan kompehensif, karena dalam komunitas organisasinya sudah dibiasakan berpikir kritis interdisipliner. Selain itu sebagai karakter organisasi mahasiswa, organisasi keilmuan juga memiliki peran dalam menanamkan jiwa kontributif pada anggotanya. Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa kebutuhan Indonesia kedepan bukan hanya sekedar melahirkan cendekiawan yang pintar saja melainkan cendekiawan yang kontributif kepada masyarakat. Landasan mereka bergerak dan berkarya adalah karena berangkat dari hasil pembacaan masalah di masyarakat. Selain itu dalam melahirkan aktivis prestatif kontributif harus juga disiapkan lifemapping yang jelas dari setiap aktivis harus jelas, sehingga potensi kontribusi jangka pendek dan jangka panjang akan terpetakan dengan jelas. Berpikir makro dan bergerak mikro merupakan tuntutan yang lainnya yang harus dimiliki aktivis, karena thinking skill merupakan syarat yang mutlak dalam membangun Indonesia kedepan.
Simulasi penerjunan di masyarakat melalui program-program keilmuan dan riset berbasis masyarakat adalah salah satu cara mengenalkan dan memperlihatkan kepada meraka fakta yang terjadi di masyarakat yang diharapkan mereka dapat melandasi setiap gerak dan prestasinya berbasis pengelolaan pada masyarakat bukan hanya ambisi memperoleh penghargaan atau semacamnya. Penanaman riset berbasis masyarakat ini , diharapkan akan menumbuhkan budaya kontribusi tidak hanya ditingkat local dalam hal ini saat menjadi mahasiswa saja melainkan bisa terus dilaksanakan pasca lulus dari kampus.
Perubahan karakter generasi dahulu ke generasi sekarang telah mengalami perubahan karakter yang banyak, antara lain generasi lain, booming generation, generation X, generation Y, dan yang terakhir adalah generation Z. Generasi terakhir memiliki karakter yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi diartikan sebagai generasi yang lahir antara tahun 1990-2000. Karakter yang melekat dari generasi ini adalah tipe pembelajar aktif dan karakter belajarnya adalah visual. Kelemahan dari generasi ini adalah rendahnya kemampuan dalam studi literature karena kemampuannya yang menonjol adalah kemampuan visual. Perubahan yang paling signifikan dari generasi-generasi sebelumnya adalah aksesibilitas dan kedekatannya dengan teknologi.
Tantangan dunia pendidikan terhadap generasi Z ini adalah bagaimana menyiapkan generasi ini menjadi generasi yang kontributif. Walaupun kebanyakan pemangku kebijakan pendidikan saat ini adalah produk pendidikan generasi sebelumnya. Tantangan ini harus disikapi sebagai peluang yang memanfaatkan kelebihan generasi ini sebagai pembelajar efektif yang kontributif juga. Sehingga akan melahirkan generasi yang tidak hanya pintar tapi juga generasi yang mengabdi kepada masyarakat.
Peluang membangun pendidikan yang menghasilkan lulusan yang prestatif dan kontributif adalah kesempatan yang harus diambil aktivis saat ini, prosesnya adalah dengan mempersiapkan tenaga-tenaga pendidikan terutama untuk level perguruan tinggi. Aktivis Prestatif hari ini disiapkan menjadi dosen-dosen, karakter membangun masyarakat dan pengabdian akan melekat dalam diri mereka bisa menjadi modal dalam mempersiapkan generasi berikutnya yang lebih massif. Persiapan generasi dengan posisi mentor sebagai dosen akan menjadi sarana kaderisasi aktifis prestatif kontributif karena interaksi dosen dengan mahasiswa bukan hanya sekedar interaksi transfer pengatahuan saja, melainkan juga proses transfer nilai yang akan membentuk karakter mahasiswa. Semoga aktivis mahasiswa hari ini bisa menjadi aktivis Profesi yang menyiapkan generasi pembangun Indonesia melalui pendidikan dan transfer nilai-nilai pembentukan karakter pembelajar kontributif untuk membangun peradaban Indonesia. WaAllahu a’lam bishawab.
Subhanallah,,,bener2 artikel yang menggugah mas..Semangat kontribusi!!!
ReplyDelete