Oleh:
Achmad Fahmi*
Isu Global Warming merupakan isu yang
hangat diperbincangkan oleh berbagai orang di penjuru dunia. Perubahan iklim
yang mulai dirasakan di berbagai penjuru dunia, Anomali iklim dari banjir saat
musim panas, musim dingin berkepanjangan, musim kemarau yang panjang, serta
dampak lainnya.
Perubahan iklim dan Pemanasan Global juga
tidak hanya berdampak pada kacaunya cuaca saja, melainkan dari dampak perubahan
iklim, produktifitas dalam sector pertanian dan peternakan terganggu. Dan hal
ini menyebabkan terganggunya ketahanan pangan dunia. Dampak dari hal ini juga
menyebabkan ketidakstabilan harga bahan pangan yang menyebabkan perubahan
fluktuatif ekonomi dunia.
Pemerintah Indonesia agaknya juga tidak
mau ketinggalan dalam memberikan peran dalam isu perubahan iklim. Pada tahun
2007 lalu pemerintah Indonesia menyelenggarakan United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) alias Konferensi PBB tentang Perubahan
Iklim itu akan berpusat di Bali International Convention Centre (BICC). Acara ini
memakan biaya besar, dari harian tempo dirilis bahwa kegiatan ini menghasilkan
dana sebesar 114 Miliyar Rupiah.
Selain melalui konferensi tersebut pemerintah
Indonesia juga aktif dalam menyampaikan isu yang sama dalam berbagai pertemuan
internasional. Dari keaktifan Indonesia dalam membahas isu ini, nama dan peran
Indonesia dalam penanganan isu perubahan iklim melejit di pergaulan
internasional. Tentunya ini merupakan sebuah keuntungan untuk pencitraan
pemerintah Indonesia di tataran global, dibandingkan peran Indonesia di bidang
lainnya.
Keuntungan
Indonesia?
Mungkin tumbuh
pertanyaan dibenak kita, sebenarnya keuntungan apa yang diperoleh Indonesia secara
luas dalam isu perubahan iklim? Bukankah sektor-sektor lain harusnya lebih
diperhatikan oleh pemerintah dibanding dengan isu perubahan iklim.
Data dari Handbook of Energy and
Economic Statistics in Japan 2009, The EDMC Japan, menyebutkan bahwa emisi
CO2 yang dikeluarkan Indonesia pertahun adalah 336 juta ton, sedangkan emisi
CO2 rata-rata Negara di dunia adalah 27347 juta ton. Dari sisi jumlah emisi
yang dilepaskan Indonesia masih jauh di bawah rata-rata pengeluaran emisi
Negara-negara di dunia. Tapi kenapa pemerintah kita begitu getol dalam
mengangkat isu ini? Mari kita bandingkan dengan sektor lain, dari sektor
energy, electricity per capita Indonesia hanya 567 KWh, sedangkan
rata-rata Electricity penduduk dunia 2610 KWh.
Dari perbandingan data di atas, terlihat
jelas bahwa emisi carbon yang dilepaskan Indonesia masih jauh dibawah rata-rata
penduduk dunia, namun perhatian pemerintah Indonesia mengenai sektor ini begitu
besar. Sedangkan sektor energy yang
begitu besar pengaruhnya terhadap hajat hidup orang banyak tidak mengalami
perlakuan yang sama.
Nampaknya motif politik dan keberterimaan
di pergaulan internasional, serta posisi yang belum diambil oleh Negara lain
dalam isu perubahan iklim, menjadikan pemerintah Indonesia mengambil peran ini.
Selain itu jika wacana mengenai carbon tax behasil diratifikasi oleh
negara lain, Indonesia akan mendapatkan kompensasi berupa dana dari
negara-negara yang mempunyai emisi carbon tinggi karena Indonesia memiliki
hutan hijau yang menyerap emisi carbon. Selain mendapatkan nama tenar dalam isu
perubahan iklim, Indonesia juga akan mendapatkan kucuran dana sebagai tindak
lanjut dari berlakunya carbon tax.
Masihkah kita percaya bahwa pengambilan
peran tersebut karena ketulusan dan kepedulian lingkungan? Saya rasa tidak. Wa
Allahu a’lam bishawab.
0 komentar:
Post a Comment