Bulan desember, bulan puncak pergantian estafet kepengurusan hampir
semua organisasi mahasiswa di semua tingkat di UGM. organisasi yang
bersifat akademis, BSO, serta tak ketinggalan organisasi eksekutif
mahasiswa pun ramai-ramai melakukan persiapan pergantian kepengurusan.
yang menarik untuk diikuti dan menyedot perhatian besar dari mahasiswa
UGM di semua fakultas adalah Pemira (pemilihan raya) tingkat
universitas.
dalam tulisan ini saya mencoba menulis dari sudut pandang saya
sebagai orang yang berkecimpung dengan produksi media massa, baik itu
fotografi, video pendek, maupun film dokumenter.Masalah strategi
pemenangan, pertarungan antar kubu, sokongan entitas gerakan ekstra
kampus tidak akan saya bahas disini karena saya tak punya kapasitas di
bidang tersebut.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya penggunaan media massa untuk
pemira UGM tahun ini, jujur saya menemukan hal-hal yang mengejutkan
dalam penggunaan media kampanye, terutama dalam penggunaan video pendek.
ini media yang tak dipakai oleh entitas gerakan mahasiswa di UGM di
tahun-tahun sebelumnya, karena kecenderungan yang dipakai tahun
sebelumnya hanya pada penggunaan media visual (kertas, baliho, flyer).
Keterkejutan saya menggiring saya pada hipotesis bahwa tim sukses dari
entitas yang mengikuti pemira UGM tahun ini menggunakan konsultan media,
atau setidaknya melibatkan praktisi dibidang media visual khususnya
dalam sinematografi. Setidaknya ada tiga hal yang mendasari argument
saya ini:
- Sejauh pemahaman dan keberirisan aktivitas saya selama ini dengan teman-teman aktivis gerakan mahasiswa, saya tidak mendapati SDM dari gerakan mahasiswa yang capable dan menggeluti dunia media audio visual. Kalaupun ada itu baru sekedar dunia media visual (baca: fotografi). Teman-teman saya yang menggeluti dunia audio visual di UGM bisa dikatakan tak ada yang bersinggungan dengan gerakan mahasiswa. Kalaupun ada presentasenya sangat kecil dan tak beraktivitas banyak di sana, mereka lebih menikmati kegiatan seni dalam bungkus media visual.
- Dari kualitas video yang diproduksi, jelas ini bukan pekerjaan anak yang baru kemaren sore memegang kamera dan dunia editing audio visual. Penggunaan teknik cut in yang banyak dipakai dalam video itupun membutuhkan teknik khusus dalam produksinya.
- Pembanding dengan media yang digunakan oleh pihak yang bersangkutan, saya menemukan ketimpangan kualitas media kampanye. Coba bandingkan saja video yang diproduksi dengan foto yang digunakan pada media poster dan baliho. Ketimpangan kualitas menunjukkan bahwa orang yang memproduksi video dan foto merupakan dua orang yang berbeda.
Dari tiga pertimbangan di bisa disimpulkan bahwa efektifitas
penggunaan media audio visual dalam upaya menjaring masa pemilih, namun
keterbatasan SDM internal dari mesin partai dan peserta pemira, mereka
akhirnya outsourcing menggunakan jasa profesional atau praktisi
dalam bidang media untuk mendukung ambisinya. ini fenomena unik karena
fase pembelajaran demokrasi di kampus, hampir sama dengan fenomena
penyedia jasa personal branding di dunia demokrasi Indonesia hari ini. ini pun menjadi fenomena semakin dinamisnya pesta demokrasi di kampus UGM.
kita tunggu saja hasil akhir pemira
UGM tahun ini, apakah dengan penggunaan media baru dapat mendongkrak
jumlah partisipan pemira? dan apakah juga banyak berpengaruh mengarahkan
pemilih untuk memilih calon pengguna media visual? dan apakah fenomena penyedia jasa personal branding akan muncul di pemira tahun berikutnya?
0 komentar:
Post a Comment