Semakin ke sini hipotesis saya semakin terbukti dgn munculnya fakta
sosial yg terus menguatkan. | bahwa aktivis dakwah tarbiyah itu
(kebanyakan) norak di sosial media setelah menikah. sebelum nikah, menjaga kesucian status FB dgn tdak update status yg
norak-norak, isinya kebanyakan kalimat hikmah, petikan Qur'an, hadis,
kisah sahabat, dan kisah hikmah.. Sebelum menikahpun, menjaga kesucian diri dgn tdak memasang foto dirinya
sendiri terutama untuk akhwat, untuk menghindari fitnah dan hal-hal yg
tidak diinginkan..dan semuanya berubah jadi norak setelah menikah, kesucian update
statusnya berubah jadi kalimat-kalimat norak yg menampilkan kemesraan
bersama sang suami/istri. Kalau seminggu setelah menikah sih gak masalah.. Lha ini terus-terusan sampai kalimat hikmahnya seakan menguap entah kemana..Norak kedua, foto profilnya langsung ganti jadi norak, pelukan sama sang
suami, foto mesra, dll. | lalu apakah setelah menikah tindakan menjaga
kesucian foto hilang begitu saja? Kalau ada yg menganggap itu wajar untuk ukuran aktivis dakwah, sy
termasuk yg tidak sepakat. Entah mengapa intuisi saya sangat risih dgn
hal demikian.
Aah.. Mungkin saya terlalu utopis standar aktivis dakwah. | tp klo
dibandingkan dgn standar muashofat tarbiyah terutama di point Matinu
al-Khuluq, jelas ini ga sesuai. Matinul Khuluq, kekuatan akhlak inilah yg menjadi standar kunci dan ciri
khas kader dakwah. kematangan karakter itu jga ditunjukan melalui
perilaku di socmed juga..
Wa allahu a'lam bishowab.. #NtMS #CMIIW
btw gw setuju mi.. hehe... smoga kita-kita yang masih mikir gini kedepannya bisa istiqomah..
ReplyDeleteStraight to the point :D
ReplyDeleteItu terserah orangnya lah kan pilihan... Orang udah halal kok ga dosa
ReplyDelete