Ada orang yang maksiatnya lancar tapi rezekinya juga lancar, bisnisnya sukses, pelitnya luar biasa. Gimana tuh?
Jawabannya ada pada hadits berikut ini:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: إذا رأيت الله يعطي العبد من الدنيا ما يحب وهو مقيم على
معصيته ؛ فاعلم أنما ذلك منه استدراج ، ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا
أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ} [الأنعام: 44].
Dari ‘Uqbah bin Amir, dari Rasulullah SAW: “Apabila engkau melihat Allah
mengaruniakan dunia kepada seorang hamba sesuai dengan yang ia
inginkan, sementara ia tenggelam dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itu
hanya istidraj darinya”, kemudian Rasulullah SAW membaca firman: “ Maka
tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka
Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga
apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka,
Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka
terdiam berputus asa”.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ عَزَّ
وَجَلَّ: {سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ} [القلم: 44] ؛
قَالَ: كُلَّمَا أَحْدَثُوا خَطِيئَةً جددنا لهم نعمة وأنسيناهم
الاسْتِغْفَارَ.
Ibnu Abbas menjelaskan firman Allah ‘Azza
wajallah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke
arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui”, ia berkata:
Setiap kali mereka melakukan satu kesalahan kami beri mereka nikmat yang
baru dan kami lupakan mereka untuk beristighfar.
عن سفيانَ في
قولِهِ {سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُون} [الأعراف: 182]
قالَ: نُسبغُ عَليهم النِّعمةَ ونَمنَعُهم الشكرَ.
Sufyan ats
Tsauriy menjelaskan firman Allah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan
berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka
ketahui”, ia berkata: Kami karuniakan nikmat kepada mereka dan kami
halangi mereka untuk bersyukur.
Kelancaran rezeki bukanlah
standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup
itu bentuk azab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin
merana, ancaman azab akhirat tidak dipedulikan. Kalaulah standar
sayangnya Allah itu dengan kemewahan hidup dunia, Qarunlah orang yang
paling disayangi Allah. Tapi akhirnya ia binasa ditelan bumi.
Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam
hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk
menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti.
Penuntut ilmu juga begitu. Jangan mengira dapat nilai bagus dan selalu
sukses adalah ukuran kasih sayang Allah kepadanya. Tapi lihatlah,
bagaimana shalat berjama’ahnya, bagaimana ketaatan-ketaatannya kepada
Allah dan bagaimana usahanya untuk mengamalkan ilmunya.
Maka berhati-hatilah, kita sedang di posisi mana?
Kesimpulan: Standar sayang atau marahnya Allah itu adalah sejauh mana
kita mampu taat kepada-Nya atau sedalam apa tenggelam dalam kemaksiatan.
Oleh: Zulfi Akmal, Lc. MA.
0 komentar:
Post a Comment