Sudah kama tidak menulis agak
panjang di sini.. karena biasanya lebih nek nulis di blog.. tapi tak
mengapa lagi pengen nulis di fasilitas yang dikasih FB, meski orang
jarang memakainya. setidaknya menurut pengamatan saya.
Kemarin sabtu pagi 13 September, saya mengaktivasi kembali sepeda yang sejak awal kuliah saya pakai buat aktivitas di jogja. Yup.. bersepeda lagi, selain untuk mengaktivasi si biru yang sudah lama teronggok berdebu dan tak terawat, saya pengen olah raga yang bisa meningkatkan kinerja jantung, tapi sebenarnya alasan utamanya adalah ngirit. #hahabersepeda kalau sendirian tentu bakal ngebosenin, So tak ajaklah beberapa temen untuk nggowes bareng menyusuri selokan mataram hingga hulunya. dan jadilah acara itu dieksekusi hari sabtu kemarin. awalnya yang bisa ikut ada empat orang, namun karena sebab tidak jelas dan mendadak, salah satu dari yang sudah mengiyakan akhirnya mundur. Alasan yang diberikan adalah "ada tamu penting, dan aku harus menemani dan ngajak mereka main", dan ternyata yang maksud tamu adalah orang yang sama-sama sudah dikenal.. #gzzz .. pun ngasih taunya pas udah selesai semua acara dengan nge-tag acara main mereka..
*OK.. balik serius lagi..
Menyusuri Selokan Mataram pagi itu terasa menyenangkan, karena langit jogja sedang mendung seakan tahu bahwa ada segerombolan orang yang mau ngowes. Udara dingin membuat perjalanan terasa menyenangkan. pasti akan lebih membahagiakan kalau seandainya ditemani oleh... #ahsudahlah.. :p
Selokan Mataram: Jalur Kehidupan Sleman
Di mulai dari sekitar kawasan UGM, menyusur jalan disekitar selokan tak ubahnya seperti menyusuri jalanan di perkotaan. Ramai lalu lalang kendaraan bermotor, mobil, dan aktivitas manusia disekitar selokan mataram juga mulai menggeliat. Pada kondisi ini (mungkin) selokan mataram tidak banyak berpengaruh dengan aktivitas manusia di sekitarnya, ia hanya sebuah sungai buatan yang membentang di dekat rumah mereka. Aktivitas yang bersentuhan dengan kehadiran selokan mataram mungkin cuma sekedar mengambil airnya dengan ember untuk menyiram jalanan depan rumah mereka yang berdebu.
Jalan di samping kanan kiri selokan pun juga bukan hanya sekedar jalan seadanya, melainkan jalan yang baru di aspal hotmix. Bahkan sekarang semua sisi selokan sudah menjadi jalan aspal yang nyaman dilalui, padahal dulunya yang dimanfaatkan sebagai jalan raya hanya satu sisi saja yakni, sisi sebelah selatan selokan.
Selokan mataram menjadi saksi berkembangnya pemukiman di sekitarnya, padahal dulunya selokan ini dibangun untuk mengatasi kekeringan disekitar jogja. Sejarah juga mencatat pembangunan selokan mataram yang menyudet kali Progo dan kali Opak adalah upaya cerdik Sultan agar rakyat jogja tidak ikutan romusha.
Masih Berdenyut
Cerita berbeda ketika roda sepeda meluncur meninggalkan daerah perkotaan (selokan mataram setelah melewati ringroad barat). Sisi kanan dan kiri selokan mataram masih desa nan asri. Sawah, ladang, kolam ikan, peternakan masih mudah dijumpai. Di sinilah kita bisa lihat daerah yang dilalui selokan mataram ini sebenarnya adalah daerah yang menyangga kebutuhan manusia di kota sleman dan jogja. Padi, kacang-kacangan, sayuran, dan cabai tumbuh subur di sekitar selokan mataram.
Pun tak ketinggalan peternakan juga masih memetik manfaat dari hadirnya selokan mataram. Aktivitas memandikan sapi bukan hal yang sulit ditemui. Ibu-ibu yang mencuci bajunya dengan memanfaatkan air di selokan mataram juga masih ada, sebagai informasi, air selokan mataram di daerah ini cukup jernih jika dibandingkan dengan air selokan ketika sudah melewati pemukiman perkotaan.
Suasana Sosial Desa
Ketika di kota sudah (agak) menemukan orang ramah, dalam perjalanan ini banyak banget ketemu orang ramah khas jogja. Sepanjang perjalanan kalau berpapasan orang pasti bertegur sapa atau minimal saling melempar senyum sebagai tanda keramahan. Sempat juga meminjam kunci untuk mengencangkan beberapa bagian sepeda dari bapak-bapak tukang bengkel, dan dengan ramah bapaknya meminjamkan kunci, serta menolak untuk dikasih uang balas jasa dari meminjamkan kuncinya.
Problem pinggiran kota
Namanya daerah yang berkembang dan menjadi magnet pendidikan bagi orang-orang di luar jogja, masalah sosial tidak bisa dihindarkan. Dari perjalanan bersepeda ini, tepatnya saat perjalanan pulang ada dua kejadian yang gak mengenakan untuk dilihat. Pertama kami melihat sebuah mobil yang bagian belakangnya ringsek. Mungkin karena yang punya mobil mengerem mendadak, dan tabrakan tidak bisa dihindarkan. Yang jelas saya lihat itu mobil bukan berplat Jogja. Bagian mobil itu ringsek cukup dalam. Pendatang memang ada yang baik, bisa menyesuaikan dengan kultur jogja yang gak "kemrusung". Sebagian juga membawa kultur buruk daerah masing-masing ke jogja, jadinya jogja terasa gak njogja. Ugal-ugalan bawa mobil, nglakson orang seenaknya, dan berbicara kasar.. Kejadian kedua yang gak mengenakkan adalah perkelahian. Di depan mata tersaji satu orang yang sedang dikeroyok, dipukul, ditendang tanpa ampun oleh dua orang lainnya. Si Korban yang dikeroyok hanya bisa mengaduh dan menangis. ampun dah... ini pemandangan yang merusak mood yang sudah menyenangkan dan membahagiakan sejak pagi hari. Problem khas daerah, "pengaruh dan otot adalah pilihan paling logis jika masalah tiba".Nah.. apapun yang terjadi di hari itu.. overall ini perjalanan menyenangkan dan melelahkan pastinya.. dari selokan mataram di dekat kampus UGM sampai kali progo itu bukan jarak yang dekat.. dari start jam delapan pagi, perjalanan diakhiri jam lima sore saat kaki menapak di kos masing-masing..
terimakasih atas waktu yang disediakan.. dan terima kasih juga untuk diskusinya sepanjang perjalanan..
Kemarin sabtu pagi 13 September, saya mengaktivasi kembali sepeda yang sejak awal kuliah saya pakai buat aktivitas di jogja. Yup.. bersepeda lagi, selain untuk mengaktivasi si biru yang sudah lama teronggok berdebu dan tak terawat, saya pengen olah raga yang bisa meningkatkan kinerja jantung, tapi sebenarnya alasan utamanya adalah ngirit. #hahabersepeda kalau sendirian tentu bakal ngebosenin, So tak ajaklah beberapa temen untuk nggowes bareng menyusuri selokan mataram hingga hulunya. dan jadilah acara itu dieksekusi hari sabtu kemarin. awalnya yang bisa ikut ada empat orang, namun karena sebab tidak jelas dan mendadak, salah satu dari yang sudah mengiyakan akhirnya mundur. Alasan yang diberikan adalah "ada tamu penting, dan aku harus menemani dan ngajak mereka main", dan ternyata yang maksud tamu adalah orang yang sama-sama sudah dikenal.. #gzzz .. pun ngasih taunya pas udah selesai semua acara dengan nge-tag acara main mereka..
*OK.. balik serius lagi..
Menyusuri Selokan Mataram pagi itu terasa menyenangkan, karena langit jogja sedang mendung seakan tahu bahwa ada segerombolan orang yang mau ngowes. Udara dingin membuat perjalanan terasa menyenangkan. pasti akan lebih membahagiakan kalau seandainya ditemani oleh... #ahsudahlah.. :p
Selokan Mataram: Jalur Kehidupan Sleman
Di mulai dari sekitar kawasan UGM, menyusur jalan disekitar selokan tak ubahnya seperti menyusuri jalanan di perkotaan. Ramai lalu lalang kendaraan bermotor, mobil, dan aktivitas manusia disekitar selokan mataram juga mulai menggeliat. Pada kondisi ini (mungkin) selokan mataram tidak banyak berpengaruh dengan aktivitas manusia di sekitarnya, ia hanya sebuah sungai buatan yang membentang di dekat rumah mereka. Aktivitas yang bersentuhan dengan kehadiran selokan mataram mungkin cuma sekedar mengambil airnya dengan ember untuk menyiram jalanan depan rumah mereka yang berdebu.
Jalan di samping kanan kiri selokan pun juga bukan hanya sekedar jalan seadanya, melainkan jalan yang baru di aspal hotmix. Bahkan sekarang semua sisi selokan sudah menjadi jalan aspal yang nyaman dilalui, padahal dulunya yang dimanfaatkan sebagai jalan raya hanya satu sisi saja yakni, sisi sebelah selatan selokan.
Selokan mataram menjadi saksi berkembangnya pemukiman di sekitarnya, padahal dulunya selokan ini dibangun untuk mengatasi kekeringan disekitar jogja. Sejarah juga mencatat pembangunan selokan mataram yang menyudet kali Progo dan kali Opak adalah upaya cerdik Sultan agar rakyat jogja tidak ikutan romusha.
Kala itu Jepang sedang menggalakkan Romusha untuk eksploitasi sumberdaya alam Indonesia ataupun untuk membangun sarana prasarana guna kepentingan perang Jepang melawan sekutu di Pasifik. Di tengah gencar-gencarnya Romusha, Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berusaha menyelamatkan warga Yogyakarta dari kekejaman Romusha. Dengan berpikir cerdik, Beliau melaporkan kepada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah minus dan kering, hasil buminya hanya berupa singkong dan gaplek. Dengan laporan tersebut Sang Sultan mengusulkan kepada Jepang agar warganya diperintahkan untuk membangun sebuah selokan saluran air yang menghubungkan Kali Progo di barat dan Kali Opak di Timur. Dengan demikian lahan pertanian di Yogyakarta yang kebanyakan lahan tadah hujan dapat diairi pada musim kemarau sehingga mampu menghasilkan padi dan bisa memasok kebutuhan pangan tentara Jepang.Hari ini ketika daerah disekitarnya berkembang menjadi pemukiman perkotaan, fungsi ini sudah kian-kian hilang. Khusus untuk daerah pemukiman, selokan mataram bisa menjadi tempat sampah nyaman tanpa meninggalkan jejak pelakunya. Sampah menjadi pemandangan tidak sedap, ketika menyusuri selokan mataram.
Pembangunan jembatan dua arah di selokan mataram |
Masih Berdenyut
Cerita berbeda ketika roda sepeda meluncur meninggalkan daerah perkotaan (selokan mataram setelah melewati ringroad barat). Sisi kanan dan kiri selokan mataram masih desa nan asri. Sawah, ladang, kolam ikan, peternakan masih mudah dijumpai. Di sinilah kita bisa lihat daerah yang dilalui selokan mataram ini sebenarnya adalah daerah yang menyangga kebutuhan manusia di kota sleman dan jogja. Padi, kacang-kacangan, sayuran, dan cabai tumbuh subur di sekitar selokan mataram.
Petani membajak sawah |
Pun tak ketinggalan peternakan juga masih memetik manfaat dari hadirnya selokan mataram. Aktivitas memandikan sapi bukan hal yang sulit ditemui. Ibu-ibu yang mencuci bajunya dengan memanfaatkan air di selokan mataram juga masih ada, sebagai informasi, air selokan mataram di daerah ini cukup jernih jika dibandingkan dengan air selokan ketika sudah melewati pemukiman perkotaan.
Aktivitas Memandikan sapi |
Salah satu sudut selokan mataram |
Suasana Sosial Desa
Ketika di kota sudah (agak) menemukan orang ramah, dalam perjalanan ini banyak banget ketemu orang ramah khas jogja. Sepanjang perjalanan kalau berpapasan orang pasti bertegur sapa atau minimal saling melempar senyum sebagai tanda keramahan. Sempat juga meminjam kunci untuk mengencangkan beberapa bagian sepeda dari bapak-bapak tukang bengkel, dan dengan ramah bapaknya meminjamkan kunci, serta menolak untuk dikasih uang balas jasa dari meminjamkan kuncinya.
Problem pinggiran kota
Namanya daerah yang berkembang dan menjadi magnet pendidikan bagi orang-orang di luar jogja, masalah sosial tidak bisa dihindarkan. Dari perjalanan bersepeda ini, tepatnya saat perjalanan pulang ada dua kejadian yang gak mengenakan untuk dilihat. Pertama kami melihat sebuah mobil yang bagian belakangnya ringsek. Mungkin karena yang punya mobil mengerem mendadak, dan tabrakan tidak bisa dihindarkan. Yang jelas saya lihat itu mobil bukan berplat Jogja. Bagian mobil itu ringsek cukup dalam. Pendatang memang ada yang baik, bisa menyesuaikan dengan kultur jogja yang gak "kemrusung". Sebagian juga membawa kultur buruk daerah masing-masing ke jogja, jadinya jogja terasa gak njogja. Ugal-ugalan bawa mobil, nglakson orang seenaknya, dan berbicara kasar.. Kejadian kedua yang gak mengenakkan adalah perkelahian. Di depan mata tersaji satu orang yang sedang dikeroyok, dipukul, ditendang tanpa ampun oleh dua orang lainnya. Si Korban yang dikeroyok hanya bisa mengaduh dan menangis. ampun dah... ini pemandangan yang merusak mood yang sudah menyenangkan dan membahagiakan sejak pagi hari. Problem khas daerah, "pengaruh dan otot adalah pilihan paling logis jika masalah tiba".Nah.. apapun yang terjadi di hari itu.. overall ini perjalanan menyenangkan dan melelahkan pastinya.. dari selokan mataram di dekat kampus UGM sampai kali progo itu bukan jarak yang dekat.. dari start jam delapan pagi, perjalanan diakhiri jam lima sore saat kaki menapak di kos masing-masing..
Kali Progo |
terimakasih atas waktu yang disediakan.. dan terima kasih juga untuk diskusinya sepanjang perjalanan..
0 komentar:
Post a Comment