Akhirnya ada kesempatan buat nulis catatan lebaran tahun ini, meski sudah lama ada niat menuliskan ini di blog, karena sebab negara api menyerang dan menyelamatkan dunia dari peperangan, kesempatan nulis itu tak hadir. Jadi karena kali ini lagi selo, mari menulis..
***
"Fahmi, kenalkan ini Ja'far bin Mukhsin al-Attas dari Lebak Siu Tegal" Ami Manshur membuka pembicaraan di ruang tamunya.Beliau melanjutkan "Jiddah-nya Ja'far sama buyutnya Fahmi tu kakak beradik, jadi kalian ini masih saudaraan". Singkat cerita beliau menceritakan bahwa kami punya sejarah hubungan nasab dari pihak nenek di tiga generasi di atas kami. Obrolan pembuka itu membuka obrolan diskusi kami di silaturahim lebaran di Magelang tahun ini. setidaknya aku jadi tahu, bahwa kemanapun pergi ke komunitas Arab Alawiyyin di sekitar Jawa, pasti masih ada saudara yang masih punya hubungan darah dua atau tiga generasi di atas generasi saya saat ini, hanya saja lebih sering tidak tahu kalau sebenarnya kita masih bersaudara dekat. Dan Silaturahim menjadi jalan menjadi kenal dari mana kita berasal, dengan siapa kita masih punya hubungan darah, dan dengan siapa kita akan menikah. #eaa.. Khusus yang terakhir ini menjadi obrolan tak terelakan setiap lebaran, "ente udah nikah?. Atau paling tidak menjadi obrolan ibu-ibu untuk saling menjodohkan anaknya masing-masing. Seperti yang sudah saya singgung di tulisan terdahulu, menemukan jodoh dengan jalur orang tua lebih mudah dan bakal dimudahkan, karena masing-masing orang tua sudah mengenal sekian lama di komunitas yang mereka bangun, baik itu komunitas pengajian, rekan bisnis, teman sepermainan, dan sebagainya.
Selain hal itu, mengenal keluarga menjadi lebih detil memudahkan jika ada pertanyaan dari jejaring yang beririsan dengan keluarga. Misal, waktu itu aku pernah ditanya ustadz Umar Basyarahil, "Editor akhwat di Gema Insani ada yang akan menikah minggu depan, calon suaminya dari fam Alaydrus. saya lihat di undangan, ibunya itu Basyaiban. kamu kenal?"
"Tinggalnya di depok ya, ustadz?"
"Iya"
"Itu masih saudara saya, namanya Hadid Alaydrus, abahnya Amal Alaydrus dari Solo. Ibunya Hijriah binti Abdullah bin Mukhsin.
Jiddah saya namanya Fathimah binti Mukhsin. Jadi kami masih saudara dari bani Mukhsin"
Melekatnya nama fam (suku) di belakang nama itu memang bisa menjadi penanda identitas, sekaligus penanda dengan siapa kita masih bersaudara. Setidaknya untuk saudara-saudara yang masih terikat dua atau tiga generasi, meskipun sebenarnya di Alawiyin semua masih bersaudara jika ditarik dari semua keturunan as-Sayyid al-Faqih al-Muqaddam Muhammad ibn Alwy Ba'alawy. Makanya setiap tahun selalu disempat-sempatkan untuk silaturahim ke tempat di mana keluarga berkembang menjadi sebuah komunitas muwalad Hadrami yang cukup besar.
Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, pertanyaan mengenai bab pernikahan dan perjodohan masih saja hadir. Bahkan hadir dengan intensitas keseriusan dari para orang tua. Para orang tua bertukar foto anaknya dan saling berujar, "kita besanan ya". Gue masih selow aja kalau ditanya ummi atau temen ummi, "terserah ummi aja, aku manut (kalau cocok)" #haha. Karena gue terlalu selo, semuanya bisa berlalu begitu saja.
Lebaran masih begini-begini aja, mungkin tahun depan bisa lebih diseriusi pakai hestek #lebaranCariJodoh..
Semarang, 21 Agustus 2016
Fahmi Basyaiban
0 komentar:
Post a Comment