Dalam sebuah pagi di hari Jumat pada sebuah prosesi pemberangkatan jenazah ke kubur, pak Kyai memberikan pesan untuk menegaskan bahwa jenazah yang akan dikebumikan adalah ahlul khair.
"Selama masih hidup, almarhum adalah orang yang berkhidmat pada terwujudnya masjid yang kita jadikan shalat setiap hari. Berkat perjuangannya masjid kita menjadi besar dan bisa seperti sekarang. Aa huwa min ahlil khair?"
"Khair..." Serentak jamaah yang memenuhi pelataran masjid menjawab pertanyaan dari pak Kyai.
Itulah sepenggal kejadian dari sekian banyak kejadian yang terekam kuat dalam ingatan, mayit yang diantar tersebut adalah Abah -Sayyid Salim bin Achmad Basyaiban- 24 Safar 1430 atau 20 Februari sembilan tahun lalu. Ada banyak hal yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh abah dalam masa pengasuhan dari kecil hingga abah meninggal. Dari sekian banyak hal yang bisa saya contoh, bagian tersulit untuk diikuti adalah semangat membantu orang tanpa mengharap balasan serta semangat filantropi dalam membangun sesuatu untuk masyarakat tanpa dibayar.
Abah sudah menjadi ketua pembangunan masjid sejak awal periode sembilan puluhan saat masjid di desa kami masih sangat sederhana. Sebuah ide besar diluncurkan, masjid akan dibangun ulang secara total dengan desain baru dua lantai dengan struktur beton yang kokoh. PR berikutnya adalah dari mana dana pembangunan masjid berasal? Sebagian besar penduduk yang menjadi jamaah masjid adalah petani dengan penghasilan pas-pasan. Gagasan itu tetap disetujui dengan batasan waktu kapan akan selesainya masjid yang lama. Hal yang penting adalah bagaimana gagasan itu menjadi mimpi bersama masyarakat dan bisa diwujudkan bersama dengan sumber daya yang ada. ***
Selalu ada jalan untuk sebuah kebaikan.
Mimpi membangun masjid yang megah sudah disebarkan, gambar bakal jadi apa masjid sudah ada. Ditempel di papan pengumuman masjid agar jamaah punya gambaran yang sama dengan pengurus. Dengan kondisi masyarakat yang kebanyakan petani dan buruh, sangat mustahil jika pembangunan masjid hanya mengandalkan infaq jamaah. Meski mereka tidak bisa memberi uang tunai untuk menyumbang pembangunan, ada hal mereka rela berikan ke masjid berupa waktu dan tenaga. Abah melihat peluang ini sebagai sumberdaya besar yang bisa memberikan kebermanfaatan dan pembangunan masjid, masyarakat tidak bisa memberi uang tapi meraka siap tenaga untuk dikaryakan.
Dengan jejaring yang dimiliki abah, banyak proyek dari dinas maupun swasta akhirnya di dapat. Dengan kesepakatan semua hasil pengerjaan proyek adalah untuk masjid. Proyek yang dikerjakan itu semisal proyek pembersihan rumput jalan dari dinas pekerjaan umum sekian kilo meter. Dengan dikerjakan keroyokan oleh jamaah masjid, proyek dinas ini bisa selesai dalam dua hari. Proyek selesai kas masjid terisi, jamaah senang karena menjadi bagian dari pembangunan masjid, social bonding antar jamaah pun juga tebentuk. Dari beberapa kali proyek ini, akhirnya kas pembangunan masjid jadi cukup untuk membangun tahap demi tahap hingga semua bangunan utama masjid jadi, termasuk kubah besar di atas masjid.
Dari hal ini saya sering bertanya-tanya, bukankah itu proyek dari jejaring pribadi Abah? Nilainya pun pasti tidak kecil? Jika mempekerjakan orang untuk jadi proyek pribadi pun tetap akan ada untung secara pribadi. Tapi itu semua tidak dilakukan Abah, semuanya dilakukan enteng saja untuk masjid sebagai bagian dari amanahnya memimpin pembangunan masjid. Dari hal tersebut, sesuatu yang telihat tidak mungkin menjadi mungkin dan akhirnya menjadi nyata.
Semangat probono dan filantropi ini sudah saya coba teladani dalam beberapa kesempatan. Untuk kegiatan atau bidang charity itu agak mudah dilakukan, tapi untuk bidang atau hal di "tempat basah" itu masih butuh perjuangan melawan ego mencari keuntungan pribadi. Maka menjadi filantropist tanpa pamrih itu perkara mudah diucap namun butuh perjuangan untuk mencapainya. Ini bukan tentang seberapa besar materi yang dapat diambil, tapi tentang visi kebermanfaatan yang harus diwujudkan dalam bentuk nyata.
Semoga segala sesuatu yang sudah diusahakan Abah menjadi amal dan pahala yang mengantarkannya pada ridha Allah swt yang berbuah jannah. Dan semoga bisa meneladani kebaikan-kebaikannya. Aamiin..
Semarang, 20022018
@fahmi.basyaiban
0 komentar:
Post a Comment